Jumat, 15 Mei 2009

Logika

Logika / logic berasal dari bahasa Yunani yaitu Logos yang artinya Kata, Ucapan atau Alasan.

Logika ilmu yang berhubungan dengan prinsip-prinsip validitas penalaran dan argumen-argumen.

Penarikan kesimpulan tentang validitas argumen dinamakan Logika Deduktif / Deductive Reasoning yaitu Kebenaran Kesimpulan harus Mengikuti Kebenaran Premis-premisnya, jadi kesimpulan yang salah tidak mungkin diperoleh dari premis-premis yang benar atau satu saja premis salah maka kesimpulan juga harus bernilai salah.

Di pihak lain juga dikembangkan Logika Induktif yang pengertiannya sama dengan Logika Deduktif, tetapi penarikan kesimpulan disertai dengan tampilnya beberapa kemungkinan yang menyertainya.

Logika dikembangkan oleh Aristoteles murid dari Plato fisuf dari Yunani dan disebut Logika Tradisional atau Logika Klasik, sekitar 300 tahun SM atau sebelum Kristus atau before Christ.



Setelah 2000 tahun kemudian, dikembangkanlah Logika Modern dari logika klasik oleh Goerge Boole dan Augustus De Morgan sekita abag 19 Logika ini juga disebut Logika Simbolik karena menggunakan simbol-simbol logika secara intensif.

Karya tersebut diteruskan oleh Gottlob Frege, Bertrand Russell, Alfred North Whitehead, John Stuart Mill dan beberapa ahli lain sampai dengan abad 20.

Logika bisa dipakai dalam bidang Matematika dan Ilmu Komputer dan juga dapat dimanfaatkan untuk membuat dan menguji program-program komputer.

Berbagai cabang ilmu komputer / informatika menggunakan logika untuk mengerjakannya, misalnya Kecerdasan Buatan ( Artificial Intelligence ), Sisitem Pakar ( Expert Systems ), Pemrograman Logika dsb.

Logika Matematika yaitu logika yang menggunakan kaidah-kaidah dan aturan-aturan matematika untuk menyelesaikannya. Subjek logika matematika dapat ditelusuri dari ilm filosofi, sehingga peran filosofi penting dalam logika matematika. Dengan kata lain, sebenarnya logika matematika adalah metode pencarian pembuktian ( Methods of Proofs ) ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

Penalaran Semantik ( Semantic Reasoning ) yang berusaha menjawab “ Apakah Kebenaran Itu ? “ dan Penalaran Sintatik ( Syntatctic reasoning ) yang menjawab “ Apa yang dapat diungkapkan ?”.

Logika lebih mengacu pada penalaran sintakik, karena ia menghasilkan suatu pernyataan-pernyataan ( Statements ) yang dapat bernilai T atau F dan menghasilkan kesimpulan berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut menjadi subjek utama dari derivasi logika ( Logical Dervation ).
Dasar-dasar dari derivasi logika adalah proposisi-proposisi yakni pernyataan-pernyataan yang bernilai T atau F.

Proposisi-proposisi dapat digabung dan dimanupulasi dengan berbagai cara, yang merupakan subjek utama dari Logika Proposisional atau Kalkulus Proposisional.

Logika Proposisional disusun dari argumen yang logis dan berisi proposisi-proposisi atomik yang tak mungkin lagi dipecahkan.

Proposisi-proposisi atomik tersebut dapat dirangkai atau dikombinasikan dengan berbagai perangkai ( Connective ) menjadi Proposisi Majemuk atau disebut juga Ekspresi Logika.

Ada proposisi yang disebut Tautologi yakni proposisi yang nilainya selalu benar. Tautologi akan menghasilan implikasi logis dan ekuivalensi logis atau kesamaan logis. Implikasi logis merupakan dasar dari Penalaran Yang Kuat ( Sound Reasoning ), sedangkan kesamaan logis menunjukkan bagaimana proposisi dapat dimanipulasi secara aljabar ( Algebraically )

Dasar-dasar Logika

Ex :
1. Jika harga gula naik, maka pabrik gula akan senang
2. Jika pabrik gula senang, maka petani tebu akan senang
3. Dengan demikian, jika harga gula naik, maka petani tebu senang

Pernyataan 1 dan 2 disebut premis-premis dari argumen. Sedangkan pernyataan 3 berisi kesimpulan ( Conclusion ).

Jadi, jika suatu argumen memiliki premis yang benar, maka kesimpulan juga harus benar, dan jika hal ini terjadi, maka argumen tersebut secara ligs kuat ( Soundness ).

Jika Contoh diatas diubah menjadi huruf-huruf seperti berikut:

A = Harga gula naik
B = Pabrik gula senang
C = Petani tebu senang

Maka argumen tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

(1) Jika A maka B
(2) Jika B maka C
(3) Jika A maka C

Bentuk argumen yang memakai pola tersebut dinamakan Hypothetical Syllogism.
Ex :
1. Program komputer ini memiliki bug, atau masukkannya salah
2. Masukannya tidak salah
3. Dengan demikian, program komputer ini memiliki bug

Jika proposisi tersebut diganti dengan huruf, maka akan berbentuk seperti berikut:

A = Program komputer ini memiliki bug
B = Masukkan salah

Maka argumen tersebut sekarang dapat ditulis

(1) A atau B
(2) Bukan B
(3) A

Bentuk argumen di atas dinakan Disjunctive Syllogism. Ada bentuk argune lain yang sangat penting yang dinamakan Modus Ponens. Lihat contohnya pad argumen berikut :

Ex:
1. Jika lampu lalu-lintas menyalamerah, maka semua kendaraan berhenti
2. Lampu lalu-lintas menyala merah
3. Dengan demikian, semua kendaraan berhenti

Jika Argumen di atas diganti dengan huruf seperti berikut :
A = Lampu traffic menyala merah
B = Semua kendaraan berhenti

Maka bentuk argumen di atas akan menjadi
(1) Jika A maka B
(2) A
(3) B

Di sini masih diperkenalkan argumen lain yakni Modus Tollens.

Ex:
1. Jika saya makan, maka saya kenyang
2. Saya tidak makan
3. Dengan demikian, saya tidak kenyang

Jika argumen di atas digantikan huruf seperti berikut :

A=Saya makan
B=Saya kenyang

Maka bentuk argumen di atas menjadi :

(1) Jika A maka B
(2) Bukan A : .
(3) Bukan B

Semua contoh diatas biasanya menjadi contoh bentuk-bentuk logika yang valid.
Posting Lebih Baru

Artikel Lainnya Cari Dibawah Ini :

Posting Lama Beranda